
Saat ini angka perceraian Kabupaten Bandung terus mengalami peningkatan. Rata-rata kasus perpisahan pasangan itu dimulai dari gugatan istri.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Muhammad Hairun pun mengonfirmasi, jika melihat angka perceraian di Pengadilan Agama, terjadi peningkatan perceraian pasangan.
“Kalau melihat angka perceraian di Pengadilan Agama, perceraian ini agak meningkat,” ujar Hairun, Selasa, 25 Januari 2022.
“Persentasenya belum hafal, bisa dilihat di Pengadilan Agama,” katanya.
Ironisnya, kekerasan dalam rumah tangga bukan penyebab dominan, melainkan faktor ekonomi.
“Rata-rata perempuan yang melakukan gugat cerai, karena faktor ekonomi,” katanya.
Dengan meningkatnya kasus tersebut, Hairun mengatakan perlu adanya sosialisasi terkait 9 fungsi ketahanan keluarga, supaya pasangan bisa mempertahankan hubungan suami istri.
Terlebih keluarga bukan berfungsi sebagai perlindungan ekonomi melainkan terdapat fungsi lain salah satunya adalah pemberi cinta kasih kepada anak dan pasangan.
Catatan ayobandung, pada pertengahan 2020 tercatat rata-rata setiap bulannya 1.000 pasangan di Pengadilan Agama bercerai.
Sebagian besar perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Agama, merupakan cerai gugat atau gugatan dari pihak istri yang mencapai 80 persen dari perkara preceraian.
Faktor ekonomi yang menyebabkan banyaknya istri menggugat cerai suami.
Sejauh ini, Pengadilan Agama Soreang mengabulkan perkara cerai gugat dengan persentase mencapai 70 persen dikabulkan.
Persentase tersebut turut jadi faktor dalam peningkatan angka perceraian Kabupaten Bandung.